Rabu, 10 November 2010

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK REMAJA


dHyka, 10 November 2010
   
PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK REMAJA

Masa remaja sering dipahami sebagai suatu masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik dan kematangan biologis atau seksual, perubahan secara psikologis yaitu dengan adanya proses pembentukan diri dan secara sosial yang ditandai dengan penyesuaian diri terhadap tuntutan masyarakat.
Medinnus dan Johnson (1976) menyatakan bahwa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang ditandai oleh adanya tanda-tanda kematangan seksual. Kematangan ini mulai terjadi pada perkembangan fisik dan sosial serta berakhir pada saat seseorang telah mengambil peran-peran dewasa dan diterima dalam banyak hal sebagai orang dewasa oleh reference group-nya, yaitu orang-orang kepada siapa individu menujukan/mengharapkan tingkah lakunya untuk diterima.
Sedangkan menurut Pikunas (1986) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa pencarian diri (self) yang ditandai oleh afiliasi terhadap teman-teman dekat, pembentukan kelompok-kelompok, pembentukan nilai-nilai dan cita-cita yang tinggi, pembentukan kepribadian dan pencapaian status sebagai orang dewasa lengkap dengan segala tantangan dan tanggung jawabnya.
Perubahan pada remaja dimulai dengan adanya percepatan pertumbuhan fisik yang diikuti kematangan biologis yang sering dikenal dengan istilah pubertas, yaitu mulai berfungsinya organ-organ reproduksi baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan dan mulai tumbuhnya alat kelamin sekunder. Pada anak perempuan periode ini umumnya terjadi antara umur 11 – 15 tahun dan pada anak laki-laki terjadi pada umur 12 – 16 tahun (Monks, dkk, 1988). Istilah pubertas lebih mengarah ke pengertian kematangan biologis, sedangkan istilah remaja menunjukkan pengertian yang lebih luas karena menyangkut perkembangan segala aspek, biologis, psikologis dan sosial. Menurut Monks, dkk (1988) secara global masa remaja berlangsung antara umur 12 – 21 tahun. Namun rentang waktu di sini tidak berlaku secara mutlak.
Kematangan biologis pada anak perempuan ditandai dengan permulaan haid (menarchee) dan pelepasan air mani (ejaculatio) pada anak laki-laki, serta tumbuhnya kelamin sekunder yang merupakan tanda-tanda khas laki-laki dan perempuan : misalnya, tumbuhnya kumis, jambang, membesarnya payudara, perubahan pada suara, dsb. Secara fisik laki-laki terjadi pertumbuhan urat daging yang pesat dan pada perempuan terjadi pertumbuhan pada jaringan pengikat/lemak di bawah kulit yang lebih menonjol. Akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara fisik membuat laki-laki dan perempuan nampak berbeda.
Perubahan yang terjadi secara fisik berpengaruh pada segi psiko sosial remaja. Percepatan pertumbuhan membuat remaja secara fisik kelihatan seperti orang dewasa sehingga lingkungan sering menuntut berperilaku dewasa pula. Hal ini tentunya sulit untuk dipenuhi karena secara psikologis mereka dapat dikatakan belum matang. Di sisi lain mereka tidak mau dianggap dan diperlakukan seperti anak kecil lagi. Ketidakpahaman akan perkembangan remaja inilah yang seringkali menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara remaja dengan lingkungannya.

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP REMAJA


 dHyka
10 November 2010.

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP REMAJA 
Kesehatan Reproduksi dan Kecenderungan Aktivitas Seksual Mayoritas perempuan muda di sebagian wilayah dunia, mulai aktif secara seksual pada umur belasan tahun. Di  Indonesia, data tahun 1994 menunjukkan, 59% perempuan usia 20-24 tahun yang menikah atau hidup bersama sebelum  usia 18 tahun . Sedangkan 51% perempuan umur 40-44 tahun melahirkan sebelum usia 20 tahun. Terlepas  dari norma yang mempengaruhi, hubungan seksual pada usia belasan tahun mempunyai resiko tertentu pada perempuan, seperti
  1. Perempuan usia muda tidak dapat menjadi pengambil keputusan mengenai kehamilannya  apakah akan diasuh atau digugurkan
  2. Rentan terhadap penyakit menular seksual
  3. Lemahnya kesehatan.
Beberapa kebijakan untuk mengantisipasi kecenderungan aktivitas seksual yang semakin muda saat ini membawa resiko terhadap kesehatan reproduksi:
·           Besarnya tekanan sosial terhadap hubungan seksual pra-nikah dan kebijakan kependudukan yang menekankan pada penundaan perkawinan sampai usia tertentu, mempunyai resiko yang besar terhadap perempuan. Penundaan perkawinan pada perempuan yang hamil sebelum menikah harus memutuskan apakah tetap memelihara anaknya di luar nikah atau melakukan pengguguran. Dua pilihan ini sama sulitnya.
·              Memelihara anak di luar nikah akan beresiko terhadap tekanan sosial (contoh : perdebatan apakah seorang pelajar  yang hamil harus dikeluarkan dari sekolahnya atau cukup diberikan cuti saja). Apabila remaja perempuan tetap  mempertahankan kehamilannya, maka resiko yang dihadapi akan lebih tinggi dibanding perempuan usia 20 tahun ke  atas, misalnya kelahiran prematur, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, bayi lahir dengan berat badan tidak  normal dan meninggal kurang dari satu tahun.
·             sementara aborsi akan beresiko terhadap kesehatan reproduksinya (apalagi bila dilakukan dengan cara-cara non  medis) dan tidak akan mendapat perlindungan hukum.
·              Pendidikan seks terhadap remaja yang minim, disertai dengan kondisi sosial yang mentabukan seks pra-nikah, mengakibatkan minimnya pengetahuan, akses, dan cara penggunaan kontrasepsi modern. Hal ini mengakibatkan remaja menggunakan cara-cara tradisional (pijat, minum jamu, misalnya) untuk menggugurkan kehamilannya.
·              Apabila remaja perempuan tetap mempertahankan kehamilannya, maka resiko yang dihadapi akan lebih tinggi  dibanding perempuan usia 20 tahun ke atas, misalnya kelahiran prematur, keguguran, kematian bayi dalam kandungan,  bayi lahir dengan berat badan tidak normal dan meninggal kurang dari satu tahun.

Masalah-masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi pada remaja adalah:
1.      Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan yang tidak diinginkan ini merupakan salah satu akibat dari perilau seksual remaja. Kehamilan ini membawa remaja pada dua pilihan, yakni melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Terlepas dari pilihan tersebut, yang pasti melahirkan dalam usia remaja dan melakukan aborsi merupakan pilihan yang harus mereka jalani. Banyak remaja putri yang mengalami hal ini. Konsekuensi dari keputusan yang mereka ambil itu adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu.
2.      Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan pada/sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu/buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan aborsi. Aborsi yang disengaja sering kali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita yang lebih tua.
3.      Penyakit Menular Seksual (PMS)
Infeksi PMS dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup, termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan risiko penularan HIV. Remaja cenderung berisiko tertular PMS, termasuk HIV/AIDS, Gonorhoe, Sypilis,Herpes dll.
Masalah- masalah kesehatan reproduksi tersebut di atas terjadi karena berbagai faktor, di antaranya adalah:
ü  Remaja sering kali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegoisasikan hubungan seksual, dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya.
ü  Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya, sehingga memungkinkan terjadinya masalah kesehatan tersebut.
ü  Biasanya dipengaruhi oleh faktor derajat sosial-ekonomi. Faktor ini berhubungan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil.
ü  Tekanan kelompok sebaya dan pengaruh media.
ü  Faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya ataupun desa.
ü  Faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap pemisif terhadap kelompok tersebut.
ü  Faktor budaya, antara lain adalah paktek tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak rezeki dan informasi yang membingungkan anak dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi.
ü  Fator psikologis. Keretakan orang tua akan memberikan dampak pada kehidupan remaja, depresi yang disebabkan  oleh ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharganyawanita di mata pria yang membeli kebebasan dengan materi.
Remaja memiliki dua nilai yaitu nilai harapan (idelisme) dan kemampuan. Apabila kedua nilai tersebut tidak terjadi keselarasan maka akan muncul bentuk-bentuk frustasi. Macam-macam frustasi ini pada gilirannya akan merangsang generasi muda untuk melakukan tindakan-tindakan abnormal (menyimpang).
Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (adolecent unwanted pragnancy) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .
Dari beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi remaja yang telah dilakukan, menunjukkan tingkat permisivitas remaja di Indonesia cukup memprihatinkan. Faturochman (1992) merujuk beberapa penelitian yang hasilnya dianggap mengejutkan, seperti penelitian Eko seorang remaja di Yogyakarta (1983). Penelitian SAHAJA di Medan (1985) dan di Kupang (1987), dan penelitian yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dengan Perguruan Ilmu Kepolisian. Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja di daerah penelitian yang bersangkutan telah melakukan hubungan seksual